MONICA bangun agak kesiangan. Penghuni
kastil lainnya sudah selesai sarapan.
Richard pun sudah menghilang. Richard
kembali ke istana tanpa pamit pada Monica. Ia harus segera
kembali untuk membawa obat yang berasal dari rumah kaca dan telah di racik
Marthin Sang tabib.
Saat tiba di istana, Richard segera menemui ibunya yang tergeletak lemah. Wanita paroh bayah itu
batuk-batuk di dalam kamarnya.
“Tinggalkan kami berdua.“
Perintah Queen Anastasia kepada pelayan-pelayan yang menjaga kamarnya. Ia
berusaha duduk. Ia melihat ada yang berbeda di paras muka putra sulungnya ini.
Wajah Richard memang tanpa senyum.
“Ada apa putraku.. Ceritakanlah,”
ungkap Anastasia seraya menunjuk obat ramuan itu dan Richard mengambilkan
untuknya.
Richard hanya diam. “Tidak ada apa-apa.”
“Aku ibumu. Aku sangat mengenalmu.”
Richard tersenyum. “Aku mendapat perjalanan seru saat bertemu Bibi
Victoria.”
“Apa?” Anastasia penasaran dan tersenyum.
“Aku bertemu gadis yang aku idam-idamkan”
“Oh Apa kamu menyukainya?"
Richard tersenyum malu-malu. Pipinya memerah.
“Dia kepribadiannya sangat
berbeda ibunda cantik.”
“Maksudmu si Beatrix kan?”
“Bukan ibunda. Bukan Beatrix. Gadis lain. Gadis biasa yang lugu, baik dan
unik.”
Dahi Anastasia berkerut tapi ia tersenyum tipis.
Ia teringat akan rencana
suaminya King Jeremiah dan Walikota Meares untuk menjodohkan Richard dan
Beatrix anak-anak mereka.
“Jangan sampai ayahmu mengetahui hal ini,” ujar Anastasia.
“Apa maksud ibu?”
“Sehari setelah kamu beranjak ke rumah bibimu, ayahmu bertemu Frangklin
(walikota dan penasihat raja).
Tadinya mereka hanya membicarakan tentang status
keamanan wilayah kita yang masih bersih tegang dengan Newmont Kingdom.”
“Lalu apa hubungannya dengan aku yang mengagumi seorang gadis
baik-baik?”
“Dalam perbincangan mereka. Ayahmu meminta anaknya Franklin untuk
mengizinkan anaknya Beatrix agar bisa.”
“Aku dijodohkan dengan Beatrix? Tega sekali ayah lakukan itu tampa
menanyakan perasaan aku?
Anastasia terdiam.
“Tenang anakku. Masih ada solusi...”
“Aku kecewa dengan sikap bunda dan ayah. Aku tidak mencintai Beatrix.
Kami tumbuh bersama, aku sudah menganggapnya seperti adik sendiri, mana mungkin
aku menikahinya ibu?“
Queen Anastasia hanya terdiam, melihat reaksi anak sulungnya ini.
Pembicaraan merekapun terpotong saat Miranda adik perempuan Richard datang ke
kamar ibunya itu.
“Kakak…akhirnya kamu pulang. Beatrix mencarimu," goda
Miranda yang agak lugu itu.
Tak sadar, ucapan Miranda membuat Richard makin geram. Dia mencoba mengendalikan emosinya.
"Miranda…kakak ingin kamu tidak mencampuri urusan pribadi kakakmu
ini," kata Richard seraya mencubit pipi adiknya yang masih baru 15 tahun
itu.
“Aduh kakak seperti papa saja…Jangan campuri hal ini. Ini urusan orang
dewasa,” Mereka bertiga tiba-tiba tertawa bersama.
***
Richard kini berada di kamarnya yang megah terletak di sisi yang
menghadap hamparan pasir putih di Pantai Peninsula. Ia terus teringat wajah dan
kepolosan Monica.
Padahal belum sehari ia meninggalkan Kastil Victoria. “Aku tak mungkin
menunggu sebulan lagi agar bisa ke Peninsula,” suara hatinya.
Sementara itu, Monica yang tengah berada di kamarnya (Kastil Victoria)
pun sedang melamunkan pangeran bertopeng yang telah menolongnya.
“Siapa
namanya?”
Monica tak bisa melupakan tatapan dan genggamannya. Tiba-tiba teringat
juga ciuman Richard dan membuatnya sebel sendiri.
***
Keesokkan harinya, Richard dipanggil ayahnya menghadap di ruang
kebesarannya yaitu ruang utama kerajaan itu. Di sana sudah terdapat para
penasihat raja, menteri-menteri dan beberapa walikota di Meares.
“Richard, kamu adalah pimpinan pasukan khusus yang paruritnya sangat
terlatih karena orang-orang terpilih. Karena itu kamu mendapat kamu mendapat
kehormatan untuk bersama-sama Jendral Gaktin, pimpinan pasukan istana untuk
menyerang Newmont kingdom. Kita rebut tanah mereka karena mereka dulunya ingin
merebut wilayah kita! Mereka sedang kekurangan bahan makanan karena gagal
panen, itu saatnya kita menyerang mereka,” koar King Jeremiah yang disambut
sorak semua yang hadir di ruangan itu.
Ternyata persiapan sudah matang hanya Richard saja yang baru mengetahui
bahwa peperangan ternyata akan segera terjadi.
Richard yang saat itu sedang menunduk di depan ayah sekaligus rajanya ini
hanya bisa tersenyum dan menerima perintah itu. Walaupun, ada rasa damai
dihatinya yang mengatakan tidak perlu dengan berperang karena perang hanya akan
membuat banyak korban jiwa.
Usai pertemuan penting itu, Richard dipanggil ayahnya untuk berbicara
secara pribadi di ruang kerja papanya yang gemar melukis ini.
“Apakah ayah benar-benar ingin mengusai Newmont Kingdom?
Itulah kalimat pertama yang terlontar dari bibir Richard.
“Sebelum mereka pulih lalu menyerang kita, makanya keputusan ini ada,” ujar
King Jeremiah seraya terus menggoreskan tinta hitam di kanvasnya.
“Apakah keuntungannya bagi kita?”
"Kamu jangan bodoh anakku. Ketika negeri ini bisa bersatu ditangan satu
pemimpin, tentunya kamu yang akan merasakan kekuatan besar itu tergabung pun
tidak akan sulit untuk menciptakan kehidupan yang damai sejahtera dan tak ada
lagi peperangan seperti ini. Biarlah Euroworld
sakit saat ini demi eksisnya masa-masa yang akan datang," ungkap King Jeremiah sembari mencuci tangannya
dari sebuah wadah perak di dekat situ.
“Richard, ini semua ayah lakukan untukmu. Aku harap kamu mengerti… Oh
iya, ayah mencium ada bau-bau penghianat di istana ini. Ayah sangat percaya
padamu jadi, selidikilah hal itu,” kata King Jeremiah lalu meninggalkan lukisannya,
menuju kamar mandinya dan mulai berendam di situ.
Richard tidak konsentrasi. Tadinya ia ingin menyampaikan padanya soal
perjodohan dirinya dengan Beatrix tapi tak ada kesempatan. Entah kenapa ayahnya
saat ini ingin merebut Newmont kingdom.
Malam itu, istana Meares Kingdom melakukan acara makan malam resmi bagi
kalangan pimpinan, di kerajaan itu. Raja pun mengumumkan sebelum penyerangan, Meares
Kingdom akan mengadakan upacara musin panen yang rutin setiap tahunnya pada 3
hari yang akan datang.
“Besoknya, kita langsung menyerang. Kamu jangan dulu bocorkan hal ini,
karena hanya ayah, Jendral Gaktin dan kau yang tahu hal ini. Tapi aku akan
umumkan bahwa penyerangan sudah di depan mata namun bukan menyebutkan harinya
agar tidak sampai ke telinga musuh,” bisik King Jeremiah kepada Richard yang
duduk tepat disamping kanannya pada waktu makan malam itu.
Dalam acara makan malam yang juga dihadiri Keluarga Franklin penasihat utama
raja, Beatrix terus menatap dan senyum ke arah Richard. Tatapan itu tak mau
ditanggapi Richard. Apalagi ia tengah terfokus pada persiapan penyerangan.
“Oh iya ayah, aku ingin memberitahukan sesuatu," bisik Richard
“Katakan saja.”
“Soal Beatrix.”
“Apakah kamu keberatan dengan perjodohan ini?” tebak King Jeremiah yang
dikenal jago strategi perang itu.
“Iya benar ayah,“
“Alasanmu apa?”
“Aku…aku…ingin fokus pada peperangan untuk mengalahkan Newmont dan
membuat ayah senang.“
“Hem m m.. Untunglah tak ku umumkan
di sini tentang rencana pertunangan kalian,“
“Tunangan? Secepat ini? Tidak ayah! Aku mohon ayah jangan bicarakan soal
tunangan atau perkawinan sampai rencana kita tercapai,“ pinta Richard seraya
menuju kamarnya meninggalkan makan malam itu.
“Hem m m…patut aku pertimbangkan,” ucap King Richard dalam hatinya.
Pembicaraan tentang pertunangan ini ternyata sempat dikutip Lorry pelayan
setia Beatrix yang lewat ketika sedang melayani putrinya ini, segera Lorry
membisikkan hal itu kepada Beatrix.
"Saya dengar Pangeran Richard ingin selesaikan tugasnya dulu baru
membicarakan pernikahan kalian," bisik Lorry.
"Tidak masalah, yang pasti Richard harus aku dapatkan."
Beatrix memberanikan diri datang menemui (menerobos) masuk ke kamar
Richard.
Penjagaan waktu itu tidak ketat karena terfokus pada dinner dan
Beatrix cukup dikenal di keluarga kerajaan sehingga para pengawal enggan menghalaunya.
“Hai…calon tunanganku dan juga calon suamiku apakah kabarmu?" Beatrix menyapa Richard. Dengan balutan gaun merah marun itu ia berharap bisa membuat lamunan Richard tentang
Monica, terputus.
Richard pun tersenyum dan terus berdiri menghadap keluar dari jendela
kamarnya. Beatrix memajukan langkah kakinya lalu tiba-tiba memeluk tubuh kekar
Richard.
Richard kaget dan dengan sopan meminta Beatrix melepaskan rangkulannya.
“Aku kan calon isterimu…Kenapa tidak?"
“Lepaskan Beatrix, tidak baik kamu berlaku seperti ini.”
Beatrix melepaskan pelukannya lalu duduk di kursi yang ada depan kasur.
Ia tetap tersenyum karena belum mengetahui bahwa Richard sebenarnya telah jatuh
cinta kepada gadis lain.
“Richard…Maukah kau menemaniku ke kota besok?” ajak Beatrix.
Richard berpikir cukup lama.
“Boleh saja asalkan sekarang sebaiknya kamu pulang karena aku butuh
istirahat.” “(tersenyum senang) Baiklah…Sampai ketemu besok pangeranku…(mencoba
memeluk Richard tapi Richard menolak)”
Beatrix segera meninggalkan kamar Richard bersama Lorry pelayan setianya
yang menunggu dan ‘nguping’ di depan pintu.
Richard menyesali telah mengiyakan permintaan Beatrix. Ia terpaksa
menyusun strategi.
***
Keesokkan harinya, matahari bersinar sangat terik. Namun,
aktivitas di pasar dan kawasan pertokoan di Meares City tetap ramai pengunjung.
Hal ini disebabkan akan perayaan ‘pesta’ musim panen yang merupakan acara
tahunan paling ramai di kerajaan ini.
Alasan ini pula yang membuat Beatrix berencana membeli gaun-gaun
terbaik yang ada di kota. Setiap kali Beatrix dan dayang-dayangnya masuk ke
toko pakaian, para pengunjung yang lain langsung diusir pengawal tentaranya.
Sikap arogannya membuat para pemilik toko pakaian sangat tertekan dan
selalu dirong-rong ketakutan. Walaupun di dalam hati mereka ada penilaian buruk
tentang sikap anak walikota sekaligus anak penasehat utama Raja Meares itu.
Sudah berbagai toko Beatrix kunjungi. Setiap toko ia mengambil beberapa
gaun. Suatu ketika saat sedang memilih baju di toko ‘Motto Fashion’, Beatrix
tampak menyukai berbagai model baju disini.
Iapun langsung mencobanya dan jika cocok tentu akan dibelinya. Di toko
itu, tiba-tiba Richard yang sedang menemani Beatrix membuang pandangan ke
jendela dan melihat dua orang gadis cantik melintas sambil mengendarai kudanya
masing-masing.
Ternyata itu Monica dan Rugby. Tanpa berpikir panjang Richard langsung
berkata kepada Beatrix. “Aku ingin mencari udara segar di luar toko.”
“Baiklah Sayang,” jawab Beatrix yang lebih terfokus pada gaun-gaun yang
akan dibelinya.
Saat melangkah ke luar toko, tidak ada bayangan Monicapun yang tersisa. “Tak mungkin aku salah, Itu pasti Monica. Mungkin Ia sedang jalan-jalan ke
sini,” kata hati Richard seraya menyusuri jalan di sekitar situ.
***
Monica dan Rugby baru saja
memarkir kudanya di kawasan Pasar Tradisional dekat pertokoan di ibukota
Kerajaan Meares itu. Mereka berjalan-jalan di situ untuk melihat suasana pasar
menjelang upacara perayaan musim panen.
“Wah buah di sini segar-segar.
Coba lihat apel itu,” kata Monica seraya menunjuk kearah tumpukkan apel milik
seorang kakek berambut putih yang berada kira-kira 5 meter dari pandangan
mereka.
Belum terlepas pandangan terhadap Kakek
Tua dan apel jualannya ini, tiba-tiba tumpukkan apel di situ terjatuh. Kontan,
Monica tergerak hati untuk menolong seorang kakek itu. Tanpa berbicara panjang
ia langsung membantu kakek bertubuh kerdil dan berambut putih panjang ini, dan memunggut
apel yang jatuh.
Saat itu, Sang Kakek Rambut Putih
terus menatap heran kepada Monica. Seperti ada sesuatu yang menarik
perhatiannya.
“Kamu bukan berasal dari Euro World?”
kata kakek ini.
Monica terdiam.
“Jangan takut aku hanya seorang
pedagang kecil yang sekali-kali mencoba menjadi peramal nasib orang lain,” lanjut
sang kakek ramah.
“Benarkah kau bisa meramal?” tanya Monica dengan nada keraguan seperti gaya bicara di dunianya yang modern.
“Mungkin…” kata kakek seraya
merapikan tumpukkan apel yang dijualnya.
“Kalau begitu kakek tahu siapa
namaku?
“Monica kan?”
“Iya benar, hebat juga,” bisik Monica pada dirinya.
“Aku tidak meramalnya, Aku tahu
namamu dari membaca garis bibir temanmu yang sedang memanggilmu dan menuju
kesini,” ucapnya tertawa.
Rugby menarik lengan Monica. Tanpa
pamit Monica pun tak lagi melanjutkan pembicaraannya dengan Sang Kakek.
“Namanya Kakek Gultom. Dia seorang
yang bisa melihat nasih orang lain. Dia dulu bekerja di istana sebagai
penerawang raja. Namun, kata orang-orang sekitar sini 17 tahun lalu ia pernah
meramalkan bahwa Kerajaan Meares akan kehilangan putra mahkotanya. Raja marah
besar karena ramalannya dianggap terlalu mengada-ada dan melemparnya menjadi penjual
hasil apel dari kebun di selatan kerajaan,” jelas Rugby.
“Ayo kita jalan-jalan lagi,“ lanjut
Rugby.
Monica sejenak terdiam, lalu pergi
meninggalkan kakek dan lapaknya di situ. Lalu, Rugby dan Monica pergi
melihat Pasar Bunga tak jauh dari situ. Betapa mengagumkan bagi Monica melihat
berbagai macam warna dan jenis bunga di situ. Tak ada di dunianya. Euro World
memang indah dengan ribuan bahkan miliaran jenis bunga berikut warna-warninya.
Saat melihat bunga mawar, tiba-tiba
Monica teringat pada pangeran Richard saat menghisap racun di jarinya yang tertusuk
duri Mawar, sewaktu mencari obat di Lembah Patah Hati dekat kebun anggur.
“Tidak mungkin aku merindukan dia!“
ujar Monica sambil melancarkan beberapa kali pukulan kecil di kepalanya.
Rugby tersenyum-senyum melihat tingkah
aneh Monica.
“Apa kamu teringat pacarmu? Siapa
namanya? Dia sering membawakanmu bunga yah?” tanya Rugby.
“Pacar apaan? Aku belum punya
pacar.”
“Terus tadi melamunkan siapa?”
“Rugby di duniaku seorang cewek
bisa punya banyak pacar. Tapi aku tak mau begitu. Aku ingin mendapatkan kekasih
yang benar-benar mencintaiku dan akupun mencintainya,” katanya.
“Bagaimana dengan pria bertopeng
yang kamu ceritakan itu?”
Monica tersipu malu.
Mereka berdua
pun kejar-kejaran di gang pasar itu. Hingga tanpa sengaja Rugby menabrak
sekelompok geng pemuda di pasar itu. Keempat pemuda bernama Micky, Sam,
Barryk dan Robby bukan keturunan bangsawan mereka berandalan yang senang
membuat sensasi di kota itu.
Micky menangkap Rugby dengan wajah
marah. “Maaf aku tak sengaja,” kata Rugby
“Oh cantik, tidak apa-apa asalkan
kamu meminta maaf dengan cara yang lain?” kata seorang dari kelompok pemuda itu
“Apa maksudmu?” Monica.
“Oh, ada 2 gadis cantik.cukup untuk melayani
kita berempat,“ kata Micky lalu tertawa ganas bersama teman-temannya.
“Enak saja, emang gue PSK, “
celetuk Monica seraya menyerang Micky dan membuat genggamanya terhadap Monica
terlepas.
Merekapun berlari kearah belakang
pasar. Sayangnya, Monica tak tahu di lokasi itu tidak ada tempat persembunyian
karena hanya berupa tanah lapang yang gosong, 500 meter persegi luasnya. Mereka
terjebak, sedangkan Micky dan teman-temanya yang mengejar mereka tepat berada
di belakang mereka. Monica dan Rugby terkepung. Tak ada yang mau menolong
karena memang tak ada satupun orang di tempat itu.
Bunyi teriakkan kuda tiba-tiba
terdengar dari arah pasar. Kuda itu ditunggang seseorang yang sedang melaju kearah
mereka.
Siapakah dia? Apakah dia pimpinan
komplotan ini? Anehnya, saat melihat pria berjubah ini, Micky dan 3 kawannya
tanpa berkata apa-apa langsung berlari pergi.
“Oh Tuhan, inilah pria bertopeng
yang pernah menolongmu Monica,“ kata Rugby seraya bernafas lega karena terlepas
dari ancaman. Monica terus menatapnya.
Sementara, pria bertopeng ini pun
tak turun dari kudanya yang gagah itu. Pria berjubah hijau tua ini pun
bermaksud pergi, karena Monica dan Rugby pun sudah tidak memerlukan
pertolongan.
“Tunggu!!!” teriak Monica kepada
pria misterius ini, lalu berlari dan berdiri disebelahnya “Apakah kita akan
bertemu lagi?” tanya Monica.
Tanpa sepatah kata, pria ini hanya
tersenyum di balik topengnya. Matanya yang indah terus menatap Monica. Namun,
tanpa menjawab Monica, dia segera melaju pergi dengan kudanya menuju hutan.
“Ayo Monica, kita kembali ke pasar
lalu pulang,” ajak Rugby.
Sebelum menggambil kuda mereka dan
menuju pulang, Monica melihat sebuah gaun berwarna hijau tua biludru yang
bermata batu-batu permata di pajang sebuah etalase toko.
“Harga gaun itu sangat mahal,“ kata
Rugby dengan raut wajah tanpa senyuman.
Monica tetap tak mau menarik
tatapan matanya dari gaun itu.
“Aku suka warnanya, tentu akan serasi bila aku
jalan bersama pangeran bertopengku,” bisik Monica dalam hatinya.
Betapa senangnya Monica, saat
melihat ada sepucuk pesan di kertas yang terbuat dari daun yang ternyata
diberikan pria bertopeng kepadanya. Kertas itu ditaruh di antara tali pelana the
white horse.
“Aku akan menemuimu lagi di pohon
tua besok siang.“ Itulah isi surat singkat yang membuat Monica sangat
kegirangan. Rugby ikut senang namun ia masih shok dengan kejadian tadi. Apalagi
meereka ke kota tampa sepengetahuan orang tuanya, Anthony maupun Victoria.
Karena mereka pamitan untuk pergi jalan-jalan ke sungai dekat kebun anggur.
Mereka berdua menuju pulang.
Sementara itu, ada seorang pria yang sedang memperhatikan gerak-gerik mereka
dengan tersenyum. Dialah pangeran Richard yang sedang menemani Beatrix di toko
itu. Hampir sore, Monica di antar the white horse, pulang ke kastil Victoria.
Saat itu, Victoria, Emma, dan Marthin sedang ceria dan sibuk membuat kue
kering.
Mereka kembali ke kastil.
“Bagaimana acara jalan-jalanmu nak,”
kata Victoria yang murah senyum ini.
“Menyenangkan…” ujar Monica, nada datar.
“Kamu kecapean yah?”
“Mungkin…badanku terasa panas,”
“Emma tolong siapkan air mandi Monica,”
“Tidak usah, aku bisa sendiri (sambil
duduk disitu).”
“Sebentar lagi dia akan demam,“ Marthin
setelah meraba dahi Monica
“Sayang kamu istirahat dulu,“ kata
Victoria.
Monica segera melemparkan tubuh di
atas kasurnya. Badannya panas tetapi sesekali ia merasa kedinginan.
“Aku tak boleh sakit, aku harus
ketemu dia (pangeran bertopeng),” kata hati Monica.
Saat tertidur malam harinya, monica
bermimpi ia tengah terapung-apung di pinggir pantai. Tiba-tiba pangeran
bertopeng datang menolongnya. Setelah
tubuhnya berada aman dipesisir pantai, pria bertopeng itu tak sengaja terlepas
topeng di wajahnya. Samar-samar tampak wajah asli pria ini. Monica terjaga dan
memang sudah siang.
“Monmon yang cantik, ayo bangun.” Suara ini terus mengusiknya.
“Ya ampun pangeran aneh. Kamu
membuat mimpi indahku buyar,” ucap Monica kepada pangeran Richard yang
membangunkanya itu dengan wajah sedih.
“Kamu sakit yah?“ kata Richard
karena melihat wajahnya pucat dan suaranya lemah.
“Cuma kecapean,” Monica.
“Kamu,
kenapa sudah ada di kastil ini lagi? Bukannya jadwal kunjunganmu sebulan
sekali?”
“Aku membawa undangan khusus dari raja untuk bibi Victoria
aga kiranya hadir pada perayaan pesta musin panen. Soalnya kebun anggur bibi
adalah yang terbaik hasil panennya,” jelasnya.
“Benarkah?”
“Lagipula aku kangen kamu,” bisik
Richard dalam hatinya seraya menatap wajah polos Monica itu. Monica memang belum cuci muka waktu itu.
“Apakah aku juga boleh ke pesta
itu?”
“Tentu saja!”
“Tapi, aku mau tinggal di kastil
saja. aku tak mau bertemu bangsawan-bangsawan negeri ini yang menyebalkan,” ungkap
monica. Wajah Richard sedih mendengar Monica enggan untuk hadir di pesta itu.
“Monica…aku ingin mangatakan
sesuatu, tapi…”
“Richard…pengawal-pengawalmu sudah
menunggu,” ungkap Victoria yang tiba-tiba sudah berada dibalik pintu.
“Iya
bibi, aku ingin pamitan pada monmon dulu,” jawabnya lalu berdiri seraya
bermaksud pergi.
“Monica, aku pulang yah,” kata
Richard tampa sempat mengutarakan maksudnya. Monica ternyata tidak menyimak hal
itu karena ia tertidur lagi. Richard hanya bisa menatap sedih kearah kastil
lalu pergi kembali ke istana bersama sejumlah pasukan yang mengawalnya.
***
Siang itu, Monica yang dalam keadaan kurang sehat memaksakan dirinya
bangun dari tempat tidur dan menuju tempat the white horse. Ia telah
menceritakan kepada Victoria kemana ia akan pergi dan siapa yang akan
ditemuinya.
“Semoga, kau menemukan cinta sejatimu anak-anakku,” ucap Victoria
seraya menatap Monica yang melaju dengan the white horse menuju pohon tua dekat
jalan menuju Kota Meares.
Monica tiba di pohon tua itu. Disana sudah menunggu pria bertopeng dengan
kostum cirri khasnya. Monica tak lagi memikirkan apa yang ada dibalik topeng
itu. Setelah dua kali diselamatkan nyawanya, Monica menganggap pria ini adalah
dewa penolongnya yang dikirimkan Tuhan.
Tidak ada yang namanya kebetulan semua adalah anugerah. Prinsip inilah
yang membuat monica jatuh cinta pada pria ini. Pria ini sedang menatap ke
sungai, Monica yang baru tiba duduk di bawah pohon besar itu. Ia kelelahan,
tubuhnya masih lemah, matanya pun seperti berkunang-kunang.
“Aku sedang tak sehat. Maaf, aku datang terlambat,” kata Monica. Pria ini
pun segera duduk disamping Monica. Melihat Monica tampak lemah, pria ini
mengambil pundak monica lalu membaringkan punda gadis berambut panjang itu ke
pahanya yang kekar. Lalu, membelai rambut hitam monica dan meraba dahinya yang
sangat panas.
“Aku…” kata pria ini yang tiba-tiba dipotong.
“Sstt...Kamu tak perlu
membertitahu namamu, asalmu atau apapun. Nanti aja, aku merasa damai bersamamu
dan ingin selalu bersamamu," ujar Monica sambil memegang bibir pria ini dengan
jemarinya yang lembut itu.
Ia menutup matanya dan menikmati angin sepoi-sepoi
serta bunyi gemerincik air di sungai itu.
Pria itu mengambil pil dari dalam kantong pakaiannya. Ia menyuapkan pada
Monica. Merasa pria itu adalah dewa penolongnya. Monica menelan pil itu, Monica
tertidur di atas pangkuan pria misterius ini. saat terbangun…Monica super kaget
karena ia tak lagi bersama pria misterius itu. Ia sudah berada dikamarnya, di kastil
Victoria.
“Dimana dia (pangeran bertopeng)?“
Tanya monica kepada Victoria dan Emma yang sedang ada di kamarnya.
“Kamu
tertidur lelap seperti mati suri. Ia membawamu dengan kereta kuda ke sini,
makanya kamu tidak terbangun,” kata Victoria.
“Apakah kamu bertemu dan melihatnya?”
“Tentu saja,” kata Victoria dan Emma lalu tertawa.
“Dia sangat tampan. Seandainya aku masih muda, tentu aku akan
mengejar-ngejarnya,”goda emma membuat Victoria dan Monicapun tertawa.
Monica pun mencoba duduk di kasurnya. “Badanku rasanya sehat kembali,“ kata
Monica.
Ia pun teringat pada pil yang diberikan pria itu. Ia segera berlari
menuju jendela mencoba melihat kalau-kalau pujaan hatinya masih ada disitu.
“Dia sudah pergi dari siang tadi. Dia memberikan kamu hadiah,” kata
Victoria sambil menunjuk pada sebuah kotak berwarna keemasan yang terdapat di
meja kamar itu.
Betapa terkejut dan senangnya Monica melihat Gaun Hijau Tua Biludru yang
diliriknya di kota, kini berada di kamarnya dan tentu saja menjadi miliknya.
“Dia memintamu menghadiri pesta musim panen besok. Katanya, ia akan
membuka topengnya untukmu,” ujar Emma yang membuat Monica berteriak kegirangan
sambil memeluk Emma.
Victoria hanya tersenyum melihat tingkah mereka kemudian dia keluar dari
kamar itu untuk mempersiapkan dirinya menghadapi dunia luar yang kini jarang dilakukannya.
***