Selasa, 26 Agustus 2014

Aku Ditawari Jadi Selingkuhan Polisi




Aku bukan lagi mahasiswa. Aku sudah sarjana dan bekerja di perusahaan yang tak menuntutku harus menggunakan seragam. Jika melihatku sepintas, memang banyak yang bilang aku masih terlihat seperti mahasiswa semester lima atau enam. Hahaha...

“Jadi sekarang kuliah jurusan apa?”

Pertanyaan yang sama. Kali ini dari Ibu Diana pemilik warung makan yang ada di samping tempat cuci mobil, langgananku.

“Mahasiswa? Aku sudah kerja, Bu...”

“Oh.. umur berapa Nona?”

“Hampir tiga puluh bu. Mungkin awet muda yah, soalnya sering tertawa dan selalu berbuat baik.” kataku lalu tertawa.

Aku mulai mengunyah mujair goreng berlumur sambal pedas dan kangkung cah. Kegemaranku.  Ibu Diana baru saja menyajikannya. Warung belum ramai. Hanya kami berdua di situ.

“Suka batang kangkung yah?  Ada juga polisi muda yang suka begituan. Heren juga yah, banyak yang minta bagian daun, tapi ini, minta lebih banyak bagian batangnya,” ujarnya.

“Polisi? Pasti lantas yang jaga di pos dekat sini yah?”

“Bukan. Polisi muda masih 30-an umurnya. Tugas di Polda. Dia suka mampir. Katanya bosan makanan resto, ingin makanan kampung yang sederhana.”

“Ohhh... Keren juga, yah.” Aku terus melahap.

“Tapi dia memang sudah punya isteri. Polwan. Tugasnya di daerah lain. Jadi mereka ketemuan dua minggu bahkan bisa sebulan sekali.”

“Wah... Kasihan juga yah... Sudah menikah terus hubungan jarak jauh. Tersiksa tuh...” celotehku asal.

“Oh iya... Ini polisi ini memang kasihan sekali. Dia suka curhat ke ibu. Dan sekarang dia mau, ibu cariin mahasiswa atau anak SMA yang butuh uang sekolah. Dia mau bantu. Asalkan mau jadi isteri keduanya. Paling hanya jika dia butuh.”

“Uhukkk...” Aku hampir keselek.

Aku baik-baik saja. Aku diam. Tapi seperti biasa, jurus mautku untuk mencari tahu lebih banyak.  

Ku gapai ponselku, berlagak melihat pesan masuk tapi aku mengaktifkan fungsi rekam di blackberryku. Ibu ini terus berbicara. Akh... Semoga memory cardku cukup.

“Dia tidak mau sembarang. Takut AIDS dan penyakit aneh-aneh, kan bahaya toh? Dia mau perempuan muda yang setia. Yang saling membutuhkan. Kalau saja saya masih muda, saya maulah. Dapat duit, sama-sama enak. Jadi nanti digaji perbulan, itu diluar kost elit ataupun kalau memang cocok akan dikontrakin rumah. Kalau yang masih sekolah nanti dia kuliahkan dan kalau sudah kerja nanti dia tanggung biaya hidup dan kebutuhan-kebutuhan lain.”

“Oh yah?” Kali ini aku sudah berbicara saling berhadapan dengan Ibu Diana.

“Iya, soalnya ada temannya polisi juga begitu. Sudah tiga tahun dia punya simpanan. Tak pernah ketahuan karena jarak juga.  Aman-aman saja. Bahkan, teman polisinya ini sudah biayai anak ini dari SMA sampai sekarang kuliahnya hampir selesai. Anak ini tak begitu cantik hanya memang kulitnya putih mulus dan bisa simpan rahasia.”

“Servicenya bagus berarti bu...” Aku tertawa lagi.

“Selingkuhan temannya ini, masih keluarga dekat isterinya juga. Makanya, daripada tersiksa, polisi muda ini juga mau cari yang seperti ini.”

“Wah.. luar biasa. Sayangnya aku sudah punya pacar bu...”

“Oh yah? Yang kemarin itu?”

“Iya. Sama-sama pelayanan di gereja. Bersyukur banget dapat pacar sebaik dia.”

“Oh... Syukurlah.”

***

“Nanti lanjut yah bu... Saya buru-buru soalnya.”

Ku hentikan fungsi rekam. Save data. Ibu Diana memang tidak tahu aku seorang jurnalis.