Sabtu, 05 Juli 2014

BAB IV : Cinta Pangeran Richard


MONICA bangun agak kesiangan. Penghuni kastil lainnya sudah selesai sarapan. 

Richard pun sudah menghilang. Richard kembali ke istana tanpa pamit pada Monica. Ia harus segera kembali untuk membawa obat yang berasal dari rumah kaca dan telah di racik Marthin Sang tabib. 

Saat tiba di istana, Richard segera menemui ibunya yang tergeletak lemah. Wanita paroh bayah itu batuk-batuk di dalam kamarnya. 

“Tinggalkan kami berdua.“ 

Perintah Queen Anastasia kepada pelayan-pelayan yang menjaga kamarnya. Ia berusaha duduk. Ia melihat ada yang berbeda di paras muka putra sulungnya ini. Wajah Richard memang tanpa senyum.  

“Ada apa putraku.. Ceritakanlah,” ungkap Anastasia seraya menunjuk obat ramuan itu dan Richard mengambilkan untuknya.
Richard hanya diam. “Tidak ada apa-apa.” 
“Aku ibumu. Aku sangat mengenalmu.”
Richard tersenyum. “Aku mendapat perjalanan seru saat bertemu Bibi Victoria.” 
 
“Apa?” Anastasia penasaran dan tersenyum.

“Aku bertemu gadis yang aku idam-idamkan” 

“Oh Apa kamu menyukainya?"

Richard tersenyum malu-malu. Pipinya memerah. 
“Dia kepribadiannya sangat berbeda ibunda cantik.” 

“Maksudmu si Beatrix kan?” 

“Bukan ibunda. Bukan Beatrix. Gadis lain. Gadis biasa yang lugu, baik dan unik.”
Dahi Anastasia berkerut tapi ia tersenyum tipis. 
Ia teringat akan rencana suaminya King Jeremiah dan Walikota Meares untuk menjodohkan Richard dan Beatrix anak-anak mereka.

“Jangan sampai ayahmu mengetahui hal ini,” ujar Anastasia.

“Apa maksud ibu?” 
“Sehari setelah kamu beranjak ke rumah bibimu, ayahmu bertemu Frangklin (walikota dan penasihat raja). 

Tadinya mereka hanya membicarakan tentang status keamanan wilayah kita yang masih bersih tegang dengan Newmont Kingdom.”

“Lalu apa hubungannya dengan aku yang mengagumi seorang gadis baik-baik?” 

“Dalam perbincangan mereka. Ayahmu meminta anaknya Franklin untuk mengizinkan anaknya Beatrix agar bisa.” 

“Aku dijodohkan dengan Beatrix? Tega sekali ayah lakukan itu tampa menanyakan perasaan aku?

Anastasia terdiam. 

“Tenang anakku. Masih ada solusi...” 

“Aku kecewa dengan sikap bunda dan ayah. Aku tidak mencintai Beatrix. Kami tumbuh bersama, aku sudah menganggapnya seperti adik sendiri, mana mungkin aku menikahinya ibu?“ 
Queen Anastasia hanya terdiam, melihat reaksi anak sulungnya ini. Pembicaraan merekapun terpotong saat Miranda adik perempuan Richard datang ke kamar ibunya itu.

“Kakak…akhirnya kamu pulang. Beatrix mencarimu," goda Miranda yang agak lugu itu.

Tak sadar, ucapan Miranda membuat Richard makin geram. Dia mencoba mengendalikan emosinya. 
"Miranda…kakak ingin kamu tidak mencampuri urusan pribadi kakakmu ini," kata Richard seraya mencubit pipi adiknya yang masih baru 15 tahun itu.

“Aduh kakak seperti papa saja…Jangan campuri hal ini. Ini urusan orang dewasa,” Mereka bertiga tiba-tiba tertawa bersama. 
***
Richard kini berada di kamarnya yang megah terletak di sisi yang menghadap hamparan pasir putih di Pantai Peninsula. Ia terus teringat wajah dan kepolosan Monica.
Padahal belum sehari ia meninggalkan Kastil Victoria. “Aku tak mungkin menunggu sebulan lagi agar bisa ke Peninsula,” suara hatinya.

Sementara itu, Monica yang tengah berada di kamarnya (Kastil Victoria) pun sedang melamunkan pangeran bertopeng yang telah menolongnya. 

“Siapa namanya?”

Monica tak bisa melupakan tatapan dan genggamannya. Tiba-tiba teringat juga ciuman Richard dan membuatnya sebel sendiri.
***
Keesokkan harinya, Richard dipanggil ayahnya menghadap di ruang kebesarannya yaitu ruang utama kerajaan itu. Di sana sudah terdapat para penasihat raja, menteri-menteri dan beberapa walikota di Meares.
“Richard, kamu adalah pimpinan pasukan khusus yang paruritnya sangat terlatih karena orang-orang terpilih. Karena itu kamu mendapat kamu mendapat kehormatan untuk bersama-sama Jendral Gaktin, pimpinan pasukan istana untuk menyerang Newmont kingdom. Kita rebut tanah mereka karena mereka dulunya ingin merebut wilayah kita! Mereka sedang kekurangan bahan makanan karena gagal panen, itu saatnya kita menyerang mereka,” koar King Jeremiah yang disambut sorak semua yang hadir di ruangan itu. 
Ternyata persiapan sudah matang hanya Richard saja yang baru mengetahui bahwa peperangan ternyata akan segera terjadi.

Richard yang saat itu sedang menunduk di depan ayah sekaligus rajanya ini hanya bisa tersenyum dan menerima perintah itu. Walaupun, ada rasa damai dihatinya yang mengatakan tidak perlu dengan berperang karena perang hanya akan membuat banyak korban jiwa.
Usai pertemuan penting itu, Richard dipanggil ayahnya untuk berbicara secara pribadi di ruang kerja papanya yang gemar melukis ini.

“Apakah ayah benar-benar ingin mengusai Newmont Kingdom?

Itulah kalimat pertama yang terlontar dari bibir Richard.

“Sebelum mereka pulih lalu menyerang kita, makanya keputusan ini ada,” ujar King Jeremiah seraya terus menggoreskan tinta hitam di kanvasnya.

“Apakah keuntungannya bagi kita?”
"Kamu jangan bodoh anakku. Ketika negeri ini bisa bersatu ditangan satu pemimpin, tentunya kamu yang akan merasakan kekuatan besar itu tergabung pun tidak akan sulit untuk menciptakan kehidupan yang damai sejahtera dan tak ada lagi peperangan seperti ini.  Biarlah Euroworld sakit saat ini demi eksisnya masa-masa yang akan datang," ungkap King Jeremiah sembari mencuci tangannya dari sebuah wadah perak di dekat situ.

“Richard, ini semua ayah lakukan untukmu. Aku harap kamu mengerti… Oh iya, ayah mencium ada bau-bau penghianat di istana ini. Ayah sangat percaya padamu jadi, selidikilah hal itu,” kata King Jeremiah lalu meninggalkan lukisannya, menuju kamar mandinya dan mulai berendam di situ.
Richard tidak konsentrasi. Tadinya ia ingin menyampaikan padanya soal perjodohan dirinya dengan Beatrix tapi tak ada kesempatan. Entah kenapa ayahnya saat ini ingin merebut Newmont kingdom. 
Malam itu, istana Meares Kingdom melakukan acara makan malam resmi bagi kalangan pimpinan, di kerajaan itu. Raja pun mengumumkan sebelum penyerangan, Meares Kingdom akan mengadakan upacara musin panen yang rutin setiap tahunnya pada 3 hari yang akan datang. 
“Besoknya, kita langsung menyerang. Kamu jangan dulu bocorkan hal ini, karena hanya ayah, Jendral Gaktin dan kau yang tahu hal ini. Tapi aku akan umumkan bahwa penyerangan sudah di depan mata namun bukan menyebutkan harinya agar tidak sampai ke telinga musuh,” bisik King Jeremiah kepada Richard yang duduk tepat disamping kanannya pada waktu makan malam itu.
Dalam acara makan malam yang juga dihadiri Keluarga Franklin penasihat utama raja, Beatrix terus menatap dan senyum ke arah Richard. Tatapan itu tak mau ditanggapi Richard. Apalagi ia tengah terfokus pada persiapan penyerangan.

“Oh iya ayah, aku ingin memberitahukan sesuatu," bisik Richard
“Katakan saja.”
“Soal Beatrix.”
“Apakah kamu keberatan dengan perjodohan ini?” tebak King Jeremiah yang dikenal jago strategi perang itu. 
“Iya benar ayah,“
“Alasanmu apa?”
“Aku…aku…ingin fokus pada peperangan untuk mengalahkan Newmont dan membuat ayah senang.“

“Hem m m.. Untunglah tak ku umumkan di sini tentang rencana pertunangan kalian,“
“Tunangan? Secepat ini? Tidak ayah! Aku mohon ayah jangan bicarakan soal tunangan atau perkawinan sampai rencana kita tercapai,“ pinta Richard seraya menuju kamarnya meninggalkan makan malam itu.

“Hem m m…patut aku pertimbangkan,” ucap King Richard dalam hatinya.

Pembicaraan tentang pertunangan ini ternyata sempat dikutip Lorry pelayan setia Beatrix yang lewat ketika sedang melayani putrinya ini, segera Lorry membisikkan hal itu kepada Beatrix. 
"Saya dengar Pangeran Richard ingin selesaikan tugasnya dulu baru membicarakan pernikahan kalian," bisik Lorry.

"Tidak masalah, yang pasti Richard harus aku dapatkan."
Beatrix memberanikan diri datang menemui (menerobos) masuk ke kamar Richard. 

Penjagaan waktu itu tidak ketat karena terfokus pada dinner dan Beatrix cukup dikenal di keluarga kerajaan sehingga para pengawal enggan menghalaunya. 

“Hai…calon tunanganku dan juga calon suamiku apakah kabarmu?" Beatrix menyapa Richard. Dengan balutan gaun merah marun itu ia berharap bisa membuat lamunan Richard tentang Monica, terputus. 
Richard pun tersenyum dan terus berdiri menghadap keluar dari jendela kamarnya. Beatrix memajukan langkah kakinya lalu tiba-tiba memeluk tubuh kekar Richard.
Richard kaget dan dengan sopan meminta Beatrix melepaskan rangkulannya. 
“Aku kan calon isterimu…Kenapa tidak?"
“Lepaskan Beatrix, tidak baik kamu berlaku seperti ini.”
Beatrix melepaskan pelukannya lalu duduk di kursi yang ada depan kasur. Ia tetap tersenyum karena belum mengetahui bahwa Richard sebenarnya telah jatuh cinta kepada gadis lain.
“Richard…Maukah kau menemaniku ke kota besok?” ajak Beatrix.

Richard  berpikir cukup lama.

“Boleh saja asalkan sekarang sebaiknya kamu pulang karena aku butuh istirahat.” “(tersenyum senang) Baiklah…Sampai ketemu besok pangeranku…(mencoba memeluk Richard tapi Richard menolak)”

Beatrix segera meninggalkan kamar Richard bersama Lorry pelayan setianya yang menunggu dan ‘nguping’ di depan pintu. 
Richard menyesali telah mengiyakan permintaan Beatrix. Ia terpaksa menyusun strategi.

***

Keesokkan harinya, matahari bersinar sangat terik. Namun, aktivitas di pasar dan kawasan pertokoan di Meares City tetap ramai pengunjung. Hal ini disebabkan akan perayaan ‘pesta’ musim panen yang merupakan acara tahunan paling ramai di kerajaan ini.

Alasan ini pula yang membuat Beatrix berencana membeli gaun-gaun terbaik yang ada di kota. Setiap kali Beatrix dan dayang-dayangnya masuk ke toko pakaian, para pengunjung yang lain langsung diusir pengawal tentaranya.

Sikap arogannya membuat para pemilik toko pakaian sangat tertekan dan selalu dirong-rong ketakutan. Walaupun di dalam hati mereka ada penilaian buruk tentang sikap anak walikota sekaligus anak penasehat utama Raja Meares itu. 
Sudah berbagai toko Beatrix kunjungi. Setiap toko ia mengambil beberapa gaun. Suatu ketika saat sedang memilih baju di toko ‘Motto Fashion’, Beatrix tampak menyukai berbagai model baju disini.
Iapun langsung mencobanya dan jika cocok tentu akan dibelinya. Di toko itu, tiba-tiba Richard yang sedang menemani Beatrix membuang pandangan ke jendela dan melihat dua orang gadis cantik melintas sambil mengendarai kudanya masing-masing.

Ternyata itu Monica dan Rugby. Tanpa berpikir panjang Richard langsung berkata kepada Beatrix. “Aku ingin mencari udara segar di luar toko.”

“Baiklah Sayang,” jawab Beatrix yang lebih terfokus pada gaun-gaun yang akan dibelinya. 
Saat melangkah ke luar toko, tidak ada bayangan Monicapun yang tersisa. “Tak mungkin aku salah, Itu pasti Monica. Mungkin Ia sedang jalan-jalan ke sini,” kata hati Richard seraya menyusuri jalan di sekitar situ.
 ***
Monica dan Rugby baru saja memarkir kudanya di kawasan Pasar Tradisional dekat pertokoan di ibukota Kerajaan Meares itu. Mereka berjalan-jalan di situ untuk melihat suasana pasar menjelang upacara perayaan musim panen. 
“Wah buah di sini segar-segar. Coba lihat apel itu,” kata Monica seraya menunjuk kearah tumpukkan apel milik seorang kakek berambut putih yang berada kira-kira 5 meter dari pandangan mereka.
Belum terlepas pandangan terhadap Kakek Tua dan apel jualannya ini, tiba-tiba tumpukkan apel di situ terjatuh. Kontan, Monica tergerak hati untuk menolong seorang kakek itu. Tanpa berbicara panjang ia langsung membantu kakek bertubuh kerdil dan berambut putih panjang ini, dan memunggut apel yang jatuh.
Saat itu, Sang Kakek Rambut Putih terus menatap heran kepada Monica. Seperti ada sesuatu yang menarik perhatiannya. 
“Kamu bukan berasal dari Euro World?” kata kakek ini.

Monica terdiam.

“Jangan takut aku hanya seorang pedagang kecil yang sekali-kali mencoba menjadi peramal nasib orang lain,” lanjut sang kakek ramah.

“Benarkah kau bisa meramal?” tanya Monica dengan nada keraguan seperti gaya bicara di dunianya yang modern.
“Mungkin…” kata kakek seraya merapikan tumpukkan apel yang dijualnya.
“Kalau begitu kakek tahu siapa namaku?
“Monica kan?”
“Iya benar, hebat juga,” bisik Monica pada dirinya.
“Aku tidak meramalnya, Aku tahu namamu dari membaca garis bibir temanmu yang sedang memanggilmu dan menuju kesini,” ucapnya tertawa.

Rugby menarik lengan Monica. Tanpa pamit Monica pun tak lagi melanjutkan pembicaraannya dengan Sang Kakek.

“Namanya Kakek Gultom. Dia seorang yang bisa melihat nasih orang lain. Dia dulu bekerja di istana sebagai penerawang raja. Namun, kata orang-orang sekitar sini 17 tahun lalu ia pernah meramalkan bahwa Kerajaan Meares akan kehilangan putra mahkotanya. Raja marah besar karena ramalannya dianggap terlalu mengada-ada dan melemparnya menjadi penjual hasil apel dari kebun di selatan kerajaan,” jelas Rugby.
“Ayo kita jalan-jalan lagi,“ lanjut Rugby. 
Monica sejenak terdiam, lalu pergi meninggalkan kakek dan lapaknya di situ. Lalu, Rugby dan Monica pergi melihat Pasar Bunga tak jauh dari situ. Betapa mengagumkan bagi Monica melihat berbagai macam warna dan jenis bunga di situ. Tak ada di dunianya. Euro World memang indah dengan ribuan bahkan miliaran jenis bunga berikut warna-warninya.
Saat melihat bunga mawar, tiba-tiba Monica teringat pada pangeran Richard saat menghisap racun di jarinya yang tertusuk duri Mawar, sewaktu mencari obat di Lembah Patah Hati dekat kebun anggur.
“Tidak mungkin aku merindukan dia!“ ujar Monica sambil melancarkan beberapa kali pukulan kecil di kepalanya. 
Rugby tersenyum-senyum melihat tingkah aneh Monica.

“Apa kamu teringat pacarmu? Siapa namanya? Dia sering membawakanmu bunga yah?” tanya Rugby.
“Pacar apaan? Aku belum punya pacar.”
“Terus tadi melamunkan siapa?”
“Rugby di duniaku seorang cewek bisa punya banyak pacar. Tapi aku tak mau begitu. Aku ingin mendapatkan kekasih yang benar-benar mencintaiku dan akupun mencintainya,” katanya.
“Bagaimana dengan pria bertopeng yang kamu ceritakan itu?” 
Monica tersipu malu. 

Mereka berdua pun kejar-kejaran di gang pasar itu. Hingga tanpa sengaja Rugby menabrak sekelompok geng pemuda di pasar itu. Keempat pemuda bernama Micky, Sam, Barryk dan Robby bukan keturunan bangsawan mereka berandalan yang senang membuat sensasi di kota itu.

Micky menangkap Rugby dengan wajah marah. “Maaf aku tak sengaja,” kata Rugby
“Oh cantik, tidak apa-apa asalkan kamu meminta maaf dengan cara yang lain?” kata seorang dari kelompok pemuda itu
“Apa maksudmu?” Monica.
“Oh, ada 2 gadis cantik.cukup untuk melayani kita berempat,“ kata Micky lalu tertawa ganas bersama teman-temannya.
 “Enak saja, emang gue PSK, “ celetuk Monica seraya menyerang Micky dan membuat genggamanya terhadap Monica terlepas.

Merekapun berlari kearah belakang pasar. Sayangnya, Monica tak tahu di lokasi itu tidak ada tempat persembunyian karena hanya berupa tanah lapang yang gosong, 500 meter persegi luasnya. Mereka terjebak, sedangkan Micky dan teman-temanya yang mengejar mereka tepat berada di belakang mereka. Monica dan Rugby terkepung. Tak ada yang mau menolong karena memang tak ada satupun orang di tempat itu.

Bunyi teriakkan kuda tiba-tiba terdengar dari arah pasar. Kuda itu ditunggang seseorang yang sedang melaju kearah mereka.

Siapakah dia? Apakah dia pimpinan komplotan ini? Anehnya, saat melihat pria berjubah ini, Micky dan 3 kawannya tanpa berkata apa-apa langsung berlari pergi.

“Oh Tuhan, inilah pria bertopeng yang pernah menolongmu Monica,“ kata Rugby seraya bernafas lega karena terlepas dari ancaman. Monica terus menatapnya.

Sementara, pria bertopeng ini pun tak turun dari kudanya yang gagah itu. Pria berjubah hijau tua ini pun bermaksud pergi, karena Monica dan Rugby pun sudah tidak memerlukan pertolongan.
“Tunggu!!!” teriak Monica kepada pria misterius ini, lalu berlari dan berdiri disebelahnya “Apakah kita akan bertemu lagi?” tanya Monica.
Tanpa sepatah kata, pria ini hanya tersenyum di balik topengnya. Matanya yang indah terus menatap Monica. Namun, tanpa menjawab Monica, dia segera melaju pergi dengan kudanya menuju hutan.
“Ayo Monica, kita kembali ke pasar lalu pulang,” ajak Rugby.
Sebelum menggambil kuda mereka dan menuju pulang, Monica melihat sebuah gaun berwarna hijau tua biludru yang bermata batu-batu permata di pajang sebuah etalase toko.
“Harga gaun itu sangat mahal,“ kata Rugby dengan raut wajah tanpa senyuman.
Monica tetap tak mau menarik tatapan matanya dari gaun itu. 
“Aku suka warnanya, tentu akan serasi bila aku jalan bersama pangeran bertopengku,” bisik Monica dalam hatinya.
Betapa senangnya Monica, saat melihat ada sepucuk pesan di kertas yang terbuat dari daun yang ternyata diberikan pria bertopeng kepadanya. Kertas itu ditaruh di antara tali pelana the white horse.

“Aku akan menemuimu lagi di pohon tua besok siang.“ Itulah isi surat singkat yang membuat Monica sangat kegirangan. Rugby ikut senang namun ia masih shok dengan kejadian tadi. Apalagi meereka ke kota tampa sepengetahuan orang tuanya, Anthony maupun Victoria. Karena mereka pamitan untuk pergi jalan-jalan ke sungai dekat kebun anggur.

Mereka berdua menuju pulang. 

Sementara itu, ada seorang pria yang sedang memperhatikan gerak-gerik mereka dengan tersenyum. Dialah pangeran Richard yang sedang menemani Beatrix di toko itu. Hampir sore, Monica di antar the white horse, pulang ke kastil Victoria. Saat itu, Victoria, Emma, dan Marthin sedang ceria dan sibuk membuat kue kering.

Mereka kembali ke kastil.

“Bagaimana acara jalan-jalanmu nak,” kata Victoria  yang murah senyum ini.
“Menyenangkan…” ujar Monica, nada datar.
“Kamu kecapean yah?”
“Mungkin…badanku terasa panas,”
“Emma tolong siapkan air mandi Monica,”
“Tidak usah, aku bisa sendiri (sambil duduk disitu).”
“Sebentar lagi dia akan demam,“ Marthin setelah meraba dahi Monica
“Sayang kamu istirahat dulu,“ kata Victoria.
Monica segera melemparkan tubuh di atas kasurnya. Badannya panas tetapi sesekali ia merasa kedinginan.

“Aku tak boleh sakit, aku harus ketemu dia (pangeran bertopeng),” kata hati Monica.

Saat tertidur malam harinya, monica bermimpi ia tengah terapung-apung di pinggir pantai. Tiba-tiba pangeran bertopeng datang menolongnya.  Setelah tubuhnya berada aman dipesisir pantai, pria bertopeng itu tak sengaja terlepas topeng di wajahnya. Samar-samar tampak wajah asli pria ini. Monica terjaga dan memang sudah siang.

“Monmon yang cantik, ayo bangun.” Suara ini terus mengusiknya.
  
“Ya ampun pangeran aneh. Kamu membuat mimpi indahku buyar,” ucap Monica kepada pangeran Richard yang membangunkanya itu dengan wajah sedih.

“Kamu sakit yah?“ kata Richard karena melihat wajahnya pucat dan suaranya lemah.

“Cuma kecapean,” Monica. 
“Kamu, kenapa sudah ada di kastil ini lagi? Bukannya jadwal kunjunganmu sebulan sekali?”
“Aku membawa undangan khusus dari raja untuk bibi Victoria aga kiranya hadir pada perayaan pesta musin panen. Soalnya kebun anggur bibi adalah yang terbaik hasil panennya,” jelasnya. 
“Benarkah?”
“Lagipula aku kangen kamu,” bisik Richard dalam hatinya seraya menatap wajah polos Monica itu. Monica memang  belum cuci muka waktu itu.

“Apakah aku juga boleh ke pesta itu?”

“Tentu saja!”

“Tapi, aku mau tinggal di kastil saja. aku tak mau bertemu bangsawan-bangsawan negeri ini yang menyebalkan,” ungkap monica. Wajah Richard sedih mendengar Monica enggan untuk hadir di pesta itu.

“Monica…aku ingin mangatakan sesuatu, tapi…”

“Richard…pengawal-pengawalmu sudah menunggu,” ungkap Victoria yang tiba-tiba sudah berada dibalik pintu. 

“Iya bibi, aku ingin pamitan pada monmon dulu,” jawabnya lalu berdiri seraya bermaksud pergi.

“Monica, aku pulang yah,” kata Richard tampa sempat mengutarakan maksudnya. Monica ternyata tidak menyimak hal itu karena ia tertidur lagi. Richard hanya bisa menatap sedih kearah kastil lalu pergi kembali ke istana bersama sejumlah pasukan yang mengawalnya. 
***
Siang itu, Monica yang dalam keadaan kurang sehat memaksakan dirinya bangun dari tempat tidur dan menuju tempat the white horse. Ia telah menceritakan kepada Victoria kemana ia akan pergi dan siapa yang akan ditemuinya. 

“Semoga, kau menemukan cinta sejatimu anak-anakku,” ucap Victoria seraya menatap Monica yang melaju dengan the white horse menuju pohon tua dekat jalan menuju Kota Meares.

Monica tiba di pohon tua itu. Disana sudah menunggu pria bertopeng dengan kostum cirri khasnya. Monica tak lagi memikirkan apa yang ada dibalik topeng itu. Setelah dua kali diselamatkan nyawanya, Monica menganggap pria ini adalah dewa penolongnya yang dikirimkan Tuhan.

Tidak ada yang namanya kebetulan semua adalah anugerah. Prinsip inilah yang membuat monica jatuh cinta pada pria ini. Pria ini sedang menatap ke sungai, Monica yang baru tiba duduk di bawah pohon besar itu. Ia kelelahan, tubuhnya masih lemah, matanya pun seperti berkunang-kunang.

“Aku sedang tak sehat. Maaf, aku datang terlambat,” kata Monica. Pria ini pun segera duduk disamping Monica. Melihat Monica tampak lemah, pria ini mengambil pundak monica lalu membaringkan punda gadis berambut panjang itu ke pahanya yang kekar. Lalu, membelai rambut hitam monica dan meraba dahinya yang sangat panas.

“Aku…” kata pria ini yang tiba-tiba dipotong.  

“Sstt...Kamu tak perlu membertitahu namamu, asalmu atau apapun. Nanti aja, aku merasa damai bersamamu dan ingin selalu bersamamu," ujar Monica sambil memegang bibir pria ini dengan jemarinya yang lembut itu. 

Ia menutup matanya dan menikmati angin sepoi-sepoi serta bunyi gemerincik air di sungai itu.

Pria itu mengambil pil dari dalam kantong pakaiannya. Ia menyuapkan pada Monica. Merasa pria itu adalah dewa penolongnya. Monica menelan pil itu, Monica tertidur di atas pangkuan pria misterius ini. saat terbangun…Monica super kaget karena ia tak lagi bersama pria misterius itu. Ia sudah berada dikamarnya, di kastil Victoria. 

“Dimana dia (pangeran bertopeng)?“

Tanya monica kepada Victoria dan Emma yang sedang ada di kamarnya. 
“Kamu tertidur lelap seperti mati suri. Ia membawamu dengan kereta kuda ke sini, makanya kamu tidak terbangun,” kata Victoria.

“Apakah kamu bertemu dan melihatnya?”

“Tentu saja,” kata Victoria dan Emma lalu tertawa.

“Dia sangat tampan. Seandainya aku masih muda, tentu aku akan mengejar-ngejarnya,”goda emma membuat Victoria dan Monicapun tertawa.

Monica pun mencoba duduk di kasurnya. “Badanku rasanya sehat kembali,“ kata Monica.

Ia pun teringat pada pil yang diberikan pria itu. Ia segera berlari menuju jendela mencoba melihat kalau-kalau pujaan hatinya masih ada disitu.

“Dia sudah pergi dari siang tadi. Dia memberikan kamu hadiah,” kata Victoria sambil menunjuk pada sebuah kotak berwarna keemasan yang terdapat di meja kamar itu.

Betapa terkejut dan senangnya Monica melihat Gaun Hijau Tua Biludru yang diliriknya di kota, kini berada di kamarnya dan tentu saja menjadi miliknya.

“Dia memintamu menghadiri pesta musim panen besok. Katanya, ia akan membuka topengnya untukmu,” ujar Emma yang membuat Monica berteriak kegirangan sambil memeluk Emma.

Victoria hanya tersenyum melihat tingkah mereka kemudian dia keluar dari kamar itu untuk mempersiapkan dirinya menghadapi dunia luar yang kini jarang dilakukannya. 

***