DUA hari kemudian. Monica sudah merasa pulih dan bisa
berdiri tegap dari tempat tidurnya. Ia melihat aktivitas Emma dan Marthin yang
sibuk memasak dan membersihkan ruangan maupun taman kastil. Ia tertarik untuk
membantu pekerjaan mereka dan juga ada rasa ingin mengenal mereka lebih dekat.
“Suka,” jawab Monica lalu tersenyum.
Betapa terkagum-kagumnya Monica saat
menyaksikan sekeliling kastil Victoria yang indah. Di sisi timur terdapat
pemandangan hamparan pantai pasir putih. Di utara terdapat padang rumput hijau seterusnya hutan nanhijau. Di sisi barat terdapat pemandangan dataran dan pegunungan yang
indah. Lalu di sisi selatan terdapat
pemandangan berupa bukit-bukit dan diantaranya ada kebun anggur yang ternyata
milik Victoria.
“Tempat ini adalah surga bagiku.
Tenang dan jauh dari masalah,” kata Victoria lalu mengajak Monica duduk di
sebuah bangku kayu berukir gambar sepasang kuda yang sedang saling menatap yang
terletak di bawah pondok, di pojok halaman kastil itu.
Mereka duduk disitu lalu saling
berbicara tentang banyak hal. Monica pun bertanya banyak tentang Euro World.
“Lantas, mengapa Bunda tidak tinggal
di Istana keraajaan?” Tanya Monica saat mengetahui Victoria adalah adik kandung
raja penguasa negeri itu.
“Saya ingin menyendiri disini. Saya
capek dengan kehidupan politik di Istana kerasaan. Apalagi kepergian Raimon
–calon suaminya- membuatku sedih dan seolah-olah hidup ini tiada artinya lagi,”
Victoria.
“Apa yang terjadi?” Monica.
“Kira-kira 17 tahun yang lalu.
Ayahku hampir meninggal karena gagal jantung. Sebelum meninggal, dia ingin
sekali melihat aku segera menikah. Agar lengkap sudah aku dan Jeremiah (King of
Meares) telah berkeluarga. Namun saat itu, sedang ada perang karena perebutan
kekuasaan. Calon suamiku yang adalah pimpinan panglima perang pasukan Meares
ditugaskan mengejar sekelompok prajurit terpilih dari Newmont Kingdom musuh
kerajaan kami yang sebelumnya telah berpura-pura menjadi rombongan tabib untuk
menyembuhkan ayah saya. Entah apa yang terjadi, kabarnya empat tabib itu
terbunuh tetapi dalam pengejaran itu, Raimon hilang saat mengejar seorang
diantara mereka hingga ke tengah laut,” cerita Victoria.
Matanya mulai berkaca-kaca, Ia pun
berdiri tetapi terus melanjutkan cerita tentang calon suaminya yang mayatnya
tak ditemukan itu. “Menurut anak buahnya, setelah menenggelamkan perahu kecil
yang dipakai tabib-tabib itu untuk melarikan diri, Raimon terjatuh kedalam
pusaran air. Semua prajurit mengatakan Ia mati karena tenggelam. Namun aku tak
akan percaya karena sampai saat ini sosok tubuhnya tak pernah ditemukan,”
lanjut Victoria.
Apa yang telah dikatakan Victoria
itu membuat hati Monica tersentuh dan tercabik-cabik. Apalagi teringat nasib
dirinya yang telah terpisah jauh dari kedua orangtua dan kakak laki-lakinya
bernama Eric.
“Eh, Victoria, bisakah kamu
ceritakan tentang kebun anggurmu? Kata Emma ada rumah kaca disana? Benarkah?”
ungkap Monica bermaksud mengalihkan pembicaraan agar Victoria tak terpaku pada
kenangan sedih masa lalunya.
“Oh iya, Kamu bisa berkuda? Atau
kita naik kereta kuda saja bersama Marthin. Aku ada keberluan disana. Aku mau
ajak kamu kesana supaya kamu bisa melihat suburnya daerah pertanian di kawasan
ini. Ini pula yang membuat Meares Kingdom sejahtera dan banyak orang-orang
jahat ingin menguasai negeri ini,” katanya.
Tak lama kemudian, Marthin sudah
stanby dengan karena kudanya sesuai perintah Victoria.
Monica dan Victoria berkeliling
kebun Anggur yang terletak hanya sekitar 2 kilometer dari kastil Victoria.
Siang itu menjadi ceria bagi Monica karena Ia bisa merasakan keindahan alam di
negeri itu.
Betapa terkagum-kagumnya Monica
melihat keindahan kebun yang tertata rapi itu. Selain serentetan kebun anggur
yang siap panen itu, kebun ini juga terdiri dari hamparan kebun berbagai jenis
bunga yang laris dipakai kaum bangsawan atau kaum gerejawi. Wangi mawar yang
benar-benar membuat Monica seakan sedang berada di surga.
Taman bunga ini terletak disudut
kebun anggur yang luasnya sekitar 2 hektar ini. Harapan padang bunga ini sangat
luas. Diakhir padangan matapun hanya terlihat pohon-pohon hijau dengan
batangnya yang besar dan berdiri kokoh.
“Monica ayo kita mampir kerumah
penjaga Kebun ini,” ajak Victoria seraya mengarahakan jari telunjuknya kesebuah
rumah dari kayu yang terletak disebelah barat kebun anggur itu.
Victoria dan Monica pun berjalan berdampingan menuju
rumah milik keluarga Manstill yang sudah bertahun-tahun dipercayakan Victoria
dan keluarga kerajaan untuk mengurus kebun anggur itu. Sementara, Marthin sudah
ada disitu setelah selesai mengistirahatkan kereta kuda yang tadi mereka tumpangi.
Di depan teras rumah itu berjejer
beberapa pria dan perempuan. Diantaranya ada seorang anak kecil dengan kulit
kecokelatan dan senyum yang lebar saat memandangi Monica. Bocah kecil itu sedang
memegang tangan seorang pria yang kelihatan berumur tidak jauh berbeda
diatasnya. Wajah mereka berdua sama, kecuali ukuran tubuh lelaki yang tidak
tersenyum itu lebih tinggi dan terbilang sangat tinggi.
“Perkenalkan ini sahabat-sahabat
terbaik saya dan sudah saya anggap sebagai keluarga saya sendiri,” ungkap
Victoria lalu Dia memeluk satu persatu orang-orang yang berdiri dengan tegap
didepan mereka itu.
Veronica melanjutkan dengan acara
perkenalan. “Ini Rudrer kepala keluarga disini. Mariam ibu para anak-anak,
Johan si bungsu, Rugby satu-satunya anak gadis disini dan Anthony anak tertua
disini.” Setelah memperkenalkan satu persatu nama mereka, barulah orang-orang
ini berani mengakat wajahnya. Ternyata walaupun Victoria sudah menganggap
mereka keluarga sendiri tetapi mereka tetap sangat menghormatinya dan terbiasa
memperlakukannya sebagai kaum bangsawan dinegeri itu. Mereka pun tidak berani
Tanya siapa gadis yang berdiri bersama Veronica tetapi mungkin Marthin sudah
memberitahu mereka tentang Monica.
Dilubuk hati yang paling dalam ada
rasa bahagia karena dia sudah bisa bertemu warga desa selain Victoria, Emma dan
Marthin. Monica terlalu bosan untuk setiap hari hanya bertemua dengan
orang-orang ini walaupun dia sangat mencintai mereka. Apalagi setelah Ia tahu
bahwa Rugbi dan Anthony ternyata seumuran dengannya.
Rudrer Manstill dan keluarganya
adalah keturunan suka bangsa INMER –suku seperti Indian – Suku ini dianggap ras
paling rendah dalam masyarakat Euroworld. Selain suku Inmer ada juga suku-suku
lain tetapi suku jetmer dengan ciri khas kulit cokelat yang paling mendominasi.
“Bulan depan, kita sudah bisa mulai
panen besar. Sekarang pun saya sudah membawa beberapa kantong untuk dijual
Rugby dan Anthony ke pasar Motherland di kota,” kata Rudrer kepada Victoria
seraya mengajak mereka melihat-lihat situasi di sebuah gedung penampungan hasil
panen yang terletak tak jauh dari letak rumahnya.
Digudang tua itu terdapat alat
pemerah anggur. Ada juga drum-drum dan keranjang-keranjang yang biasa dipakai
untuk menampung hasil panen anggur.
Dalam kunjungan ini Monica tak mau
kehilangan kesempatan untuk mendapatkan teman baru. Dia pun mengajak Rugby
bicara. Rugby ternyata sangat lebih responsif dari yang diperkirakannya.
“Nona Monica, apakah kamu suka buah anggur,” tanya Rugby.
Walaupun terkesan pertanyaan bodah
namun Monica sangat senang Rugby menanyakan hal itu kepadanya.
“Suka,” jawab Monica lalu tersenyum.
“Nona Monica berapakah usiamu?”
Tanya gadis berambut hitam panjang ini lagi.
“17 Tahun dan kamu?”
“Saya 17 tahun juga. Kakak saya
Anthony 18 tahun dan adik saya Johan masih 5 tahun.”
Monica tersenyum.
“Apakah kamu sekolah?” Monica berusaha akrab.
“Apakah kamu sekolah?” Monica berusaha akrab.
“Iya, setiap dua minggu sekali.
Sekolahnya di kota untuk belajar musik dan tarian,” kata Rugby.
Kendati masih merasa binggung dengan
definisi sekolah yang dimaksudkan Rubgy namun Monica hanya tersenyum bahwa
Rugby adalah gadis yang jujur, baik dan lemah lembut.
Saat melangkah keluar dari gudang
penampungan anggur itu, Monica tampak ceria. Keceriaan yang sudah lama tidak
tergoes diwajahnya sejak terdampar di Euroworld. Setidak-tidaknya saat ini Ia
bisa berbicara beberapa hal tentang sesame remaja putrid dengan Rugby di mata
elang ini – julukan yang diberikan kakaknya.
Setelah berbincang-bincang dan makan
siang dengan keluarga Manstill, Monica, Veronica dan Marthin bergegas pulang.
“Nona Monica, kapan saja kau bisa
datang ke sini untuk berkunjung. Rugby dan Anthony bisa membawamu keliling
kebun Anggur dan melihat pemandangan disekitar bukit dengan berkuda. Itu sangat
menyenangkan,” kata Nyonya Mariam kepada Monica.
Monica yang sedang meneguk air minum
sempat kaget mendengar kata berkuda karena Ia belum pernah melakukan hal
tersebut didunianya sekalipun. Pernah sekali dikebun Binatang saat masih berada
di The Boulevard Little City North Sulawesi namun baru saja naik Ia sudah jatuh
karena tidak tahu letak pedal naiknya dimana.
“Saya merasa terhormat dengan ajakan
anda. Kalau diizinkan Bunda Victoria saya pasti akan sangat senang kesini,”
kata Monica mencoba bicara santun.
“Tentu saja kamu bisa my
sweetheart,” ternyata Victoria mendengarkan pembicaraan mereka. Ketiga
wanita ini pun saling tersenyum.
Setelah berpamitan mereka diantarkan
seluruh anggota keluarga Manstill ke kereta kuda yang sudah stanby dan didepan
sudah duduk rapi Marthin yang siap mengemudikan kereta kuda kembali ke kastil
Victoria.
Sebelum naik kereta kuda sekilas
Monica terpaku pada wajah Anthony yang turut mengantarkan mereka kendati Ia
sedang repot di gudang Anggur. Tatapan mereka beradu namun secepat kilat,
Monica menepiskan tatapan itu karena Ia merasa malu kontak mata dan dipandangi
tanpa berkedip sedikitpun.
Bukan hanya paras Anthony si rambut
hitam cemerlang itu yang membuat matanya terbelalak tetapi caranya berkuda saat
ingin mengantarkan mereka pulang.
Dalam perjalanan pulang ke Kastil
Victoria, mereka pun berbincang-bincang tentang bagaimana cara belajar
mengedarai kuda. Sejatinya, Monica sangat sedang mendengar hal ini karena dia
di negeri ini tidak ada mobil hanya ada kuda dan kereta kuda sebagai alat
transportasi.
“Kalau kau ingin berkuda, kamu boleh
memakai kuda kesayangan saya namanya The White. Dia itu kuda yang punya feeling,”
kata Victoria.
“Apakah kamu punya banyak kuda?” tanya Monica.
Pertanyaan Monica itu membuat
Victoria dan Marthin tertawa terbahak-bahak. Alasannya? Karena berkuda adalah
hal yang lazim di Euroworld.
“Hahahaha…” Monica pun hanya bisa
ikut tertawa.
*bersambung*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar