LAMUNANKU terhenti saat Diana menyapaku dari
ujung lorong sekolah. Tepatnya di jalan menuju kantin sekolah, tiga bilik dari
ruang kelasku.
Kakiku seakan tak mau meninggalkan bangku kayu di depan bilik kelasku ini. Aku memang terbiasa menghabiskan waktu istirahat di bangku berwarna coklat kehitaman ini, sambil membaca buku atau menatap semua yang lewat di lorong sekolah kecuali marmut. Aku tak suka marmut!
"Ayo Monmon.."
"Hemmm..."
Setelah menarik nafas aku mencoba merapikan tali sepatuku dan berjalan menyusuri lorong sekolah, sebelum Diana datang menyeretku.
Diana adalah sahabat dekatku dan dia tahu ada hal lain yang membuat kakiku seperti dipasung di bangku ini. Ya benar..lamunanku yang mahal. Aku masih menikmati bayang-bayang Euro World didalam benakku. Aroma tubuh Richard masih menempel di hidungku. Yah jelas.. Aku merindukannya. Pangeran berambut hitam dengan kulit putih yang mulus dan bola mata berwarna coklat muda yang berkilau. Pangeran dari Kerajaan Meares yaitu salah satu kerajaan terbesar di Euro World yang piawai bertarung dengan pedang.
"Monica.. Ayo ke kantin.. Yang lain sudah di sana.."
"Iya..Iya..Miss Marmut" jawabku mencoba menghentikan teriakan selanjutnya.
Apalagi teriakan Diana itu sudah membuat beberapa teman yang ada di lorong sekolah menatap aneh. Suara cemprengnya memang mengoda. Seperti ada nada dangdut dalam intonsi ajakannya itu.
"Jam istirahat sudah hampir selesai.. Ada murid baru di sekolah kita dan dia lagi di kantin,"
"Terus.. sudah lapor Pak RT ?"
"Monmon.. Sejak tengelam di pantai sepertinya kejiwaanmu terganggu.. Murid baru melapor ke Kepala Sekolah kan bukan Pak RT?"
Wajah Diana mengkerut. Aku menyambutnya dengan tertawa.
"Iya maksudku gak usah heboh begitu kan? Murid baru di sekolah ini kan hampir setiap bulan ada. Jadi, biasa ajalah Marmud cantik,"
Aku masih melanjutkan tertawa.
***
"Richard?"
Aku terdiam. Diana terus menarik-narik lengan kananku. Terasa sakit. Aku tidak bermimpi. Murid baru itu Richard.
"Tidak mungkin..." ucapku pelan. Masih menatap ke arah cowok yang sedang menikmati mie bakso dengan lahap.
"Tuh kan? Yang ini beda kan?" bisik Diana yang tanpa ku sadari telah menarikku duduk.
Vannesa, Mario, Michael dan Hendrik sudah duduk di posisinya masing-masing. Meja di kantin itu memang sudah menjadi milik kami tapi kali ini aku ingin duduk di meja dekat kasir tempat si murid itu duduk.
"Anak baru.. Sepatunya bermerek.. Katanya sih tadi pagi diantar mobil Mercy terbaru. Yah.. Wajarlah kalau kalian para wanita tergoda.." kata Mario sembari melirik pacarnya Vannesa yang juga sahabatku sejak Taman Kanak-kanak.
"Cintaku hanya untukmu beib.."
Kakiku seakan tak mau meninggalkan bangku kayu di depan bilik kelasku ini. Aku memang terbiasa menghabiskan waktu istirahat di bangku berwarna coklat kehitaman ini, sambil membaca buku atau menatap semua yang lewat di lorong sekolah kecuali marmut. Aku tak suka marmut!
"Ayo Monmon.."
"Hemmm..."
Setelah menarik nafas aku mencoba merapikan tali sepatuku dan berjalan menyusuri lorong sekolah, sebelum Diana datang menyeretku.
Diana adalah sahabat dekatku dan dia tahu ada hal lain yang membuat kakiku seperti dipasung di bangku ini. Ya benar..lamunanku yang mahal. Aku masih menikmati bayang-bayang Euro World didalam benakku. Aroma tubuh Richard masih menempel di hidungku. Yah jelas.. Aku merindukannya. Pangeran berambut hitam dengan kulit putih yang mulus dan bola mata berwarna coklat muda yang berkilau. Pangeran dari Kerajaan Meares yaitu salah satu kerajaan terbesar di Euro World yang piawai bertarung dengan pedang.
"Monica.. Ayo ke kantin.. Yang lain sudah di sana.."
"Iya..Iya..Miss Marmut" jawabku mencoba menghentikan teriakan selanjutnya.
Apalagi teriakan Diana itu sudah membuat beberapa teman yang ada di lorong sekolah menatap aneh. Suara cemprengnya memang mengoda. Seperti ada nada dangdut dalam intonsi ajakannya itu.
"Jam istirahat sudah hampir selesai.. Ada murid baru di sekolah kita dan dia lagi di kantin,"
"Terus.. sudah lapor Pak RT ?"
"Monmon.. Sejak tengelam di pantai sepertinya kejiwaanmu terganggu.. Murid baru melapor ke Kepala Sekolah kan bukan Pak RT?"
Wajah Diana mengkerut. Aku menyambutnya dengan tertawa.
"Iya maksudku gak usah heboh begitu kan? Murid baru di sekolah ini kan hampir setiap bulan ada. Jadi, biasa ajalah Marmud cantik,"
Aku masih melanjutkan tertawa.
***
"Richard?"
Aku terdiam. Diana terus menarik-narik lengan kananku. Terasa sakit. Aku tidak bermimpi. Murid baru itu Richard.
"Tidak mungkin..." ucapku pelan. Masih menatap ke arah cowok yang sedang menikmati mie bakso dengan lahap.
"Tuh kan? Yang ini beda kan?" bisik Diana yang tanpa ku sadari telah menarikku duduk.
Vannesa, Mario, Michael dan Hendrik sudah duduk di posisinya masing-masing. Meja di kantin itu memang sudah menjadi milik kami tapi kali ini aku ingin duduk di meja dekat kasir tempat si murid itu duduk.
"Anak baru.. Sepatunya bermerek.. Katanya sih tadi pagi diantar mobil Mercy terbaru. Yah.. Wajarlah kalau kalian para wanita tergoda.." kata Mario sembari melirik pacarnya Vannesa yang juga sahabatku sejak Taman Kanak-kanak.
"Cintaku hanya untukmu beib.."
Ungkapan
Vannesa itu disambut riuh tawa teman-temanku di situ.
Richard menatapku. Riuh tawa itu berhasil mencuri perhatiannya. Ia menatap ke arah meja kami. Ke arahku yang sedang menatapnya. Kami saling menatap entah berapa lama.
Richard menatapku. Riuh tawa itu berhasil mencuri perhatiannya. Ia menatap ke arah meja kami. Ke arahku yang sedang menatapnya. Kami saling menatap entah berapa lama.
“Akhirnya
aku menemukanmu dan kali ini aku tak akan melepasmu.” Gumanku dalam hati.