Selasa, 08 Juli 2014

Pangeranku



LAMUNANKU terhenti saat Diana menyapaku dari ujung lorong sekolah. Tepatnya di jalan menuju kantin sekolah, tiga bilik dari ruang kelasku.

Kakiku seakan tak mau meninggalkan bangku kayu di depan bilik kelasku ini. Aku memang terbiasa menghabiskan waktu istirahat di bangku berwarna coklat kehitaman ini, sambil membaca buku atau menatap semua yang lewat di lorong sekolah kecuali marmut. Aku tak suka marmut!

"Ayo Monmon.."
"Hemmm..."

Setelah menarik nafas aku mencoba merapikan tali sepatuku dan berjalan menyusuri lorong sekolah, sebelum Diana datang menyeretku.

Diana adalah sahabat dekatku dan dia tahu ada hal lain yang membuat kakiku seperti dipasung di bangku ini. Ya benar..lamunanku yang mahal. Aku masih menikmati bayang-bayang Euro World didalam benakku. Aroma tubuh Richard masih menempel di hidungku. Yah jelas.. Aku merindukannya. Pangeran berambut hitam dengan kulit putih yang mulus dan bola mata berwarna coklat muda yang berkilau. Pangeran dari Kerajaan Meares yaitu salah satu kerajaan terbesar di Euro World yang piawai bertarung dengan pedang.

"Monica.. Ayo ke kantin.. Yang lain sudah di sana.."
"Iya..Iya..Miss Marmut" jawabku mencoba menghentikan teriakan selanjutnya.

Apalagi teriakan Diana itu sudah membuat beberapa teman yang ada di lorong sekolah menatap aneh. Suara cemprengnya memang mengoda. Seperti ada nada dangdut dalam intonsi ajakannya itu.

"Jam istirahat sudah hampir selesai.. Ada murid baru di sekolah kita dan dia lagi di kantin,"
"Terus.. sudah lapor Pak RT ?"
"Monmon.. Sejak tengelam di pantai sepertinya kejiwaanmu terganggu.. Murid baru melapor ke Kepala Sekolah kan bukan Pak RT?"

Wajah Diana mengkerut. Aku menyambutnya dengan tertawa.

"Iya maksudku gak usah heboh begitu kan? Murid baru di sekolah ini kan hampir setiap bulan ada. Jadi, biasa ajalah Marmud cantik,"

Aku masih melanjutkan tertawa.

***

"Richard?"
Aku terdiam. Diana terus menarik-narik lengan kananku. Terasa sakit. Aku tidak bermimpi. Murid baru itu Richard.

"Tidak mungkin..." ucapku pelan. Masih menatap ke arah cowok yang sedang menikmati mie bakso dengan lahap.

"Tuh kan? Yang ini beda kan?" bisik Diana yang tanpa ku sadari telah menarikku duduk.

Vannesa, Mario, Michael dan Hendrik sudah duduk di posisinya masing-masing. Meja di kantin itu memang sudah menjadi milik kami tapi kali ini aku ingin duduk di meja dekat kasir tempat si murid itu duduk.

"Anak baru.. Sepatunya bermerek.. Katanya sih tadi pagi diantar mobil Mercy terbaru. Yah.. Wajarlah kalau kalian para wanita tergoda.." kata Mario sembari melirik pacarnya Vannesa yang juga sahabatku sejak Taman Kanak-kanak.

"Cintaku hanya untukmu beib.."

Ungkapan Vannesa itu disambut riuh tawa teman-temanku di situ.

Richard menatapku. Riuh tawa itu berhasil mencuri perhatiannya. Ia menatap ke arah meja kami. Ke arahku yang sedang menatapnya. Kami saling menatap entah berapa lama. 

“Akhirnya aku menemukanmu dan kali ini aku tak akan melepasmu.” Gumanku dalam hati.




Euro World II


"Aku akan menunggumu entah berapa lama."

Itulah yang diungkapkan Richard, saat aku tak sengaja mengutarakan kerinduanku untuk bertemu keduaorangtuaku.

Aku terdiam. 

Kepalaku masih menempel di dadanya, sehingga aku bisa mendengarkan bunyi detak jantungnya. Kami sedang tiduran di atas sebuah batu besar yang berada di bawah pohon rindang nanhijau,


Hampir dua jam kami menatap langit biru.  Richard tak pernah bergerak banyak, Hanya sesekali mengusap dahiku. Ia tak pernah menyentuh bagian tubuhku yang lain. Sesuatu yang tak mungkin dilewatkan pria manapun di duniaku ketika hanya berdua, di hutan dalam status resmi berpacaran.

Ia memang berbeda. Sopan dan setia.  Aku mencintainya.

"Sudah 306 hari aku meninggalkan rumah. Membayangkan perubahan yang terjadi di sekolahku dan di kotaku."

Perkataanku hanya disambut belaian lembut di dahiku lagi.

"Aku berharap mendapat cara kembali ke bumi. Hanya untuk meminta maaf dan berpamitan kepada keduaorangtuaku, kakakku dan sahabat-sahabatku."

"Iya sayangku Monica.. Kita akan menemukan cara untuk kembali. Aku rasa Bibi Victoria bisa membantu."

"Benar…" ucapku.

Kami duduk dan saling menatap. Telapak tangannya  tiba-tiba memegang lembut kedua pipiku. Spontan ku tutup mataku. Berharap bibirnya akan mendarat ringan di bibir mungilku.

Tapi tak ada ciuman. Ia menarik tanganku dan hanya dengan satu siulan kuda putihnya sudah datang menjemput kami.

***

Tak akan kukatakan ke mana aku pergi karena mereka akan menyebutku gila. Euro World adalah dunia baru yang tak ada dalam globe ataupun daftar pulau-pulau di bumi yang pernah ada namun hilang. Euro World adalah dunia dengan dimensi yang berbeda. Aku ke sini karena termakan pusaran air saat berenang di Pantai Green Peach. 

"Iya benar pusaran air."

Aku terjaga. Ku langkahkan kakiku setengah berlari menuju Ruang Perpustakaan di ujung kastil milik Victoria ini. Aku menumpang di sini dan 306 hari cukup bagiku untuk menghafal setiap posisi buku.  
Dan akupun menemukan jalan kembali ke bumi tapi aku akan kembali untuk menikah dengan kekasihku sepenuhnya menjadi warga Euro World.